Cara baru ini harus berbasiskan pada (1) data dan informasi yang sahih dan tidak palsu yang berasal dari fakta lapangan, (2) metode pengambilan data dan analisis yang ilmiah, dan (3) penerapan teknologi dalam rangka menemukan nilai manfaat nyata sumber daya genetik untuk kemanusiaan. TNBBS memiliki dua tempat yang menjadi lokasi penelitian utama, yaitu Stasiun Penelitian Way Canguk dan Stasiun Lapang Rhino Camp.
Stasiun Penelitian Way Canguk
Stasiun Penelitian Way Canguk (SPWC) didirikan pada bulan Maret 1997 atas kerja sama WCS-IP dan Direktur Jenderal PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam). Pembangunan SPWC bertujuan untuk “memberikan pemahaman yang lebih baik tentang ekosistem hutan tropis dataran rendah melalui pemantauan dan pengelolaan hidupan liar dan habitatnya di TNBBS dan membantu mencetak ahli-ahli konservasi yang dapat memecahkan berbagai masalah konservasi” SPWC memiliki luas ± 900 ha dan dikelola bersama mitra (WCS-IP). SPWC menjadi laboratorium ekologi hutan tropis dataran rendah di Indonesia. Perwakilan hutan hujan tropis dataran rendah Sumatra di SPWC mewakili 0.28% dari total kawasan TNBBS. Stasiun ini merupakan pusat penelitian konservasi terapan tertua di Sumatra.
Berbagai kegiatan yang rutin dilakukan sejak tahun 1997 seperti pengukuran suhu dan curah hujan, pemantauan fenologi pohon, pemantauan suksesi hutan pascakebakaran, pemantauan siklus bersarang burung rangkong, dan dinamika populasi siamang dan owa ungko. Kegiatan lain yang dilakukan di stasiun penelitian ini yaitu survei keanekaragaman satwa, dinamika komunitas tumbuhan, dan estimasi cadangan karbon di hutan hujan tropis dataran rendah.
Stasiun Lapang Rhino Camp
Rhino camp pada awalnya merupakan pos pemantauan badak “Rosa” yang pernah dijumpai masuk ke pemukiman warga, kemudian beralih menjadi pos pemantauan aktivitas ilegal di sekitar TNBBS. Saat ini, Rhino Camp diperuntukkan untuk wisata edukasi seperti pengamatan hidupan liar dan juga monitoring bunga langka dan terbesar di dunia (Rafflesia arnoldii) dan bunga tertinggi di dunia (Amorphophallus sp.). Di lokasi ini juga ditemukan primata langka dan terkecil, yaitu tarsius (Tarsius bancanus) serta salah satu kadal terlangka di dunia dan diduga punah selama 1 abad, yaitu kadal hidung tanduk (Harpesaurus brooksi).
Penelitian di SPWC
Kegiatan penelitian di SPWC sebagian besar pada pendataan keanekaragaman hayati, ekologi, perilaku, dan dinamika populasi satwa dan tumbuhan. Dari tahun 1997 hingga 2018, telah terdapat 99 kegiatan (penelitian dan magang/Praktik Kerja Lapangan) yang telah dilakukan di SPWC, yang terdiri dari 52 magang/PKL, 40 skripsi, 3 tesis, dan 4 disertasi (Gambar 2). Daftar dan ringkasan hasil penelitian di SPWC dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Penelitian di TNBBS
Secara umum, penelitian di TNBBS di luar Stasiun Penelitian Way Canguk (SPWC) didominasi penelitian yang berhubungan dengan tema-tema seperti fauna, flora, ekowisata, konflik satwa, kebakaran hutan, perambahan, dan lainnya. Hingga tahun 2019, 48 kegiatan penelitian tercatat, terdiri dari 30 skripsi, 13 tesis, 2 disertasi, dan 3 penelitian mitra yang terkait dengan pemantauan satwa kunci yang sering dijadikan acuan dalam kegiatan penelitian.